Bertemu “Ceros dan Batozar”, Melintasi “Komet”, dan Mengakhirinya di “Komet Minor”: Petualangan Seru di Dunia Paralel yang Tetap Membumi dengan Hikmah Berkesan
"Anak-anak ini keras kepala. Sekali menetapkan tekad, ...bahkan disuruh makan tepat waktu atau tidur lebih awal saja mereka susah. Namanya juga remaja. Susah diatur, masa-masa pencarian jati diri."
("Komet Minor", hlm. 218)
Tahun terbit: 2018 ("Ceros dan Batozar"), dan 2019 ("Komet" dan "Komet Minor")
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Edisi: Paperback, bahasa Indonesia
"Genre": Fantasy, Adventure, Awesomeness, Reflective
Beli bukunya dengan diskon 20-25% secara online di sini:
- Ceros dan Batozar (Bukabuku.com) (Gramedia.com)
- Komet (Bukabuku.com) (Gramedia.com)
- Komet Minor (Bukabuku.com)
Raib, Seli, dan Ali kelihatannya menjalani kehidupan yang sama saja dengan remaja sekolah menengah kebanyakan. Kalau sekadar bertemu, mungkin kita tidak akan sadar kalau sebenarnya mereka bertiga adalah petualang dan petarung dunia paralel. Bersama-sama mereka telah menjalani berbagai petualangan besar di dunia yang tidak terbayangkan oleh anak-anak seusia mereka. Raib yang bisa menghilang sebenarnya adalah keturunan murni Klan Bulan yang hanya muncul sekali dalam siklus dua ribu tahun, Seli yang bisa mengeluarkan petir dari tangannya sebenarnya keturunan Klan Matahari dengan teknik bertarung kinetik, dan Ali yang tidak hanya jenius, tapi juga adalah Klan Bumi yang mewarisi kemampuan langka. Mereka menjalani berbagai petualangan mengeratkan persahabatan bersama, yang tidak sekadar sahabat untuk ber-YOLO, have fun, dan eksis di pergaulan, tapi benar-benar persahabatan berfaedah berlandaskan kasih sayang tulus yang cocok menjadi panutan bagi pembaca.
Petualangan trio sahabat sejauh ini telah memungkinkan mereka singgah dan mengalami berbagai tantangan dan pembelajaran di Klan Bulan, Klan Bintang, Klan Matahari, dan Klan Bumi; semuanya sudah diceritakan dalam empat buku berbeda dalam serial Bumi. Saya yang selama ini mengaku sebagai peminat cerita fantasi, jujur saja merasa cukup missed-out karena tidak benar-benar menyadari adanya seri kisah fantasi persembahan penulis Indonesia ini, meski pernah mendengar tentang buku pertamanya, Bumi - dan itupun sekadar mendengarnya sebagai “buku baru karya Tere Liye”.
Untuk menjadi benar-benar terus terang, dalam persepsi saya nama besar Tere Liye selama ini adalah penulis yang lebih lekat dengan image karya di segmen drama dan romansa kaya bahan renungan dan inspirasi caption foto. Sudah lama saya punya akses ke beberapa buku beliau, antara lain yang judulnya “Ayahku Bukan Pembohong” dan “Berjuta Rasanya”. Hanya saja, selama ini pula saya belum pernah berkesempatan membaca satu pun, juga belum pernah memikirkan kemungkinan bahwa selain buku di genre fiksi drama itu, ternyata Tere Liye juga menulis di genre fantasi. Betapa mungkin akan berbeda keadaannya jika saya dari dulu tahu bahwa buku Bumi adalah cerita fantasi dengan premis sangat menarik. Kemana aja sih saya? Barangkali saya masih sibuk lebih banyak mengikuti perkembangan kisah fantasi penulis luar negeri seperti Rick Riordan dibanding benar-benar menyimak perkembangan cerita fantasi dari dalam negeri. Padahal sementara itu tidak terasa telah terbit judul demi judul buku dalam serial Bumi sampai pada akhirnya saya bisa dipertemukan dengan kesempatan untuk membaca seri ini dari buku ke 4,5nya, “Ceros dan Batozar”.
Aku sama sekali tidak menduga, beberapa jam lagi kami justru bertemu dengan sebuah misteri lain dari dunia paralel. Bukan di klan-klan dunia paralel itu, tapi di sini, di bumi, di klan kami sendiri.
(“Ceros dan Batozar”, hlm. 12)